Kita
By Hilda Fitria
#Note : cerpen ini aku buat setengah tahun yang lalu ketika di suruh ikut lomba cerpen. I wrote this in a rush. So forgive me for any mistakes in this story. And lastly, I think the tittle isn't match with the story. Watch out!
“Siang buu, Khalifahnya ada?”tanya seorang gadis yang baru
saja memasuki rumah sederhana milik temannya.
“Oh… Kristien, lagi ada kerja kelompok ya? Khal-nya ada di
kamar, langsung masuk aja.”jawab Husnah, ibu Khalifah.
Kristien
Ariand, seorang gadis yang sebentar lagi
menginjak umur 17 tahun adalah sahabat dari Khalifah Firda. Banyak
persamaan dan perbedaan yang hadir di antara mereka, termasuk perbedaan
kepercayaan. Tapi itu semua tidak menghenti mereka untuk menjadi sahabt baik.
Orang tua mereka pun termasuk orang-orang yang berpikiran terbuka. Mereka hidup
berdampingan dalam damai.
“Khali… aku masuk ya…”kata Kristien.
“Masuk, Kris. Tunggu bentar ya, aku mau sholat dzuhur
dulu.”jawab Khalifah.
Kristien sudah biasa menunggu
Khalifah menyelesaikan kewajiban sebagai umat muslim. Untuk membunuh rasa bosan
saat menunggu, Kristien membaca buku milik Khalifah. Sudah banyak buku milik
Khalifah yang dia baca selama menunggu sang pemilik selama 5 tahun ini. Tapi
buku yang paling Kristien sukai adalah Al-Qur’an. Walaupun ia tidak dapat
membaca huruf Arabnya, tapi ia tetap menyukainya.
“Sudah sampai mana bacanya?”
“ASTAGHFIRULLAHAL ADZIM…”
“HAHAHAHA, kau lucu sekali Kristien. Kalau aku tidak
mengenalmu, mungkin aku akan berpikir kau itu orang Islam.”terang Khalifah.
“…”Kristien hanya memasang muka masam.
“hey, hey… jangan marah gitu, nanti cepat tua lohh…”canda
Khalifah.
“Tch, aku begini juga gara-gara pengaruh kamu, Kahl.”respon
Kristien. Kristien menaruh kembali Al-Qur’an ke rak. Dan duduk di tempat tidur Khalifah.
“oh.. gitu ya, bagus deh.”kata Khalifah. Setelah meletakkan
kembali sajadah ke dalam lemari, ia menuju ke tempat tidurnya dan duduk di
samping Kristien.
“Maksudnya?”tanya Kristien.
“Nothing maksud. Yuk,…”jawab Khalifah. Lalu beranjak ke meja
belajarnya.
“Ngapain?”tanya Kristien. Khalifah hanya dapat menghela
napas atas, sebut saja ‘kepolosan’ Kristien.
“Haaa… kamu’kan ke sini buat mengerjakan tugas kita.”jelas
Khalifah.
“oh, iya ya…”jawab Kristien lalu beranjak dari posisinya
tadi.
“Kristien…?”
“Hm?”
“Kamu sudah pernah baca buku panduan sholat aku’kan?(Kristien
mengangguk) Berarti kamu sudah tahu cara sholat.(Kristien mengangguk lagi)
Nanti kalau ada apa-apa. Kamu sholat ya, karena aku percaya. Tuhanku, Allah.
Dia pasti akan menolongmu, karena kamu adalah orang yang sangat baik.”ucap
Khalifah nyaris tak terdengar.
“Ngh? Maksudnya?”tanya Kristien.
“Nothing maksud, yuk mulai.”jawab Khalifah, kemudian
langsung mengerjakan tugas. Hari itu, berjalan seperti biasa.
~
Tetttt…..Tetttt…..Tettttt….
Suara bel yang paling dinantikan
para siswa terdengar. Setelah berdoa, mereka berhamburan keluar kelas. Kristien
dan Khalifah sedang berada di depan gerbang sekolah.
“Khal, temenin aku ke toko buku. Aku mau beli komik,
nih.”pinta Kristien.
“Aku sholat dulu ya, aku juga mau minta temenin beli jilbab
baru.”jawab Khalifah.
“Oke deh, aku antar ke depan masjid ya. Nanti kamu kutunggu
di situ.”ajak Kristen sembari menarik tangan Khalifah menuju ke masjid di dekat
sekolah mereka.
~
Pintu rumah sakit menjeblak terbuka
menampilkan para petugas medis yang sedang membawa seorang pasien yang
berlumuran darah. Kritis. Ruangan UGD menjadi tujuan utama, harus cepat. Nyawa
seorang gadis sedang dipertaruhkan saat ini. Terlihat dari seragam yang dikenakannya,
pasien ini seorang pelajar SMA. Bukan hanya petugas medis, yang mengantar
pasien itu juga ada seeorang gadis. Sepertinya sahabat pasien tersebut. Teman
pasien itu sedang meneteskan air mata tanpa suara tangis. Di hatinya saat ini
hanya ada sahabatnya yang sedang berbaring tak berdaya di hadapannya. Apa yang
harus dia lakukan? Denga tangan yang bergetar dia mencapai saku bajunya dan
mengambil handphone.
“Ha, halo… (hiks) Tante… Tante, maafin Kristien, Kristien
tidak bisa (hiks) menjaga Khalifah… Khalifah, Khalifah kecelakaan tan… (hiks)
maafin Kristien tan… sekarang kami ada di Rumah Sakit Bakti Ibu. (hiks) Tante
cepetan ke sini…”jelas Kristien, dan langsung mengakhiri panggilan tersebut.
“Mbak tunggu di luar.”seru seorang suster. Dengan patuh Kristien
yang masih shok duduk di ruang tunggu di depan UGD. Wajahnya basah karena air
mata. Tangannya kembali meraih lehernya, meraih kalung salib miliknya.
“Tuhan Jesus, aku mohon. Selamatkanlah temanku yang paling
berharga. Selama ini aku tidak pernah meminta sesuatu yang tidak dapat
kuperjuangkan sendiri. Tetapi kali ini, aku tidak berdaya. Semua tergantung
kepada Engkau, Khalifah dan Dokter. Khalifah, apa yang akan kau lakukan saat
ini? Aku sangat bingung, Khal. Kenapa kau lakukan ini padaku? Jangan tinggalkan
aku, aku mohon.”ucap Kristien. Kristien hanya bisa duduk dan menunggu. Tapi dia
bukan tipe orang yang akan diam saja. Otaknya yang polos terus mencari cara
agar dapat melakukan sesuatu untuk sahabat yang paling berharga.
(“Kristien…?”“Hm?”“Kamu sudah pernah baca
buku panduan sholat aku’kan(Kristien mengangguk) Berarti kamu sudah tahu cara
sholat(Kristien mengangguk lagi) Nanti kalau ada apa-apa. Kamu sholat ya,
karena aku percaya. Tuhanku, Allah. Dia pasti akan menolongmu, karena kamu
adalah orang yang sangat baik.”ucap Khalifah nyaris tak terdengar.“Ngh?
Maksudnya?”tanya Kristien.“Nothing maksud, yuk mulai.”jawab Khalifah, kemudian
langsung mengerjakan tugas. Hari itu, berjalan seperti biasa.)
“Tuhan Jesus, terima kasih atas ilhammu dan maaf. Tapi aku
harus melakukan ini.”ucap Kristien, lirih.
Setelah
bertanya kepada suster dimana masjid terdekat. Sampailah Kristien di depan
masjid itu. Masjid Ash-Shomad. Sempat terpikir oleh Kristien, apakah yang
dilakukannya benar dan akan berhasil? Namun dengan kebulatan tekad, Kristien
melangkahkan kakinya dengan perlahan dan pasti.
…
“Suster Emily, cepat ambilkan pisau operasi, kita harus segera mengoperasi pasien ini. Terdapat
beberapa pendarahan dalam pada organ-organnya. Jangan lupa suntikkan obat
bius.”
“Baik, dok.”
“Suster Santi cepat ambil sekantong lagi darah O.”seru sang
dokter.
…
“Sus, suster… Ruang UGD-nya dimana?”tanya seorang ibu-ibu
yang tentu saja adalah Ibu Husnah kepada salah satu suster di bagian
administrasi.
“Ibu tinggal lurus saja ke kiri. Ruangannya ada di ujung
koridor.”jawab suster tersebut. Ibu Hunah langsung melaju ke arah yang telah
diberitahu tanpa mengucapkan teima kasih, bukan karena tidak tahhu terima kasih
tetapi Ibu Husnah sedang sangat panik. Tepat ketika Ibu Husnah sampai di depan
pintu UGD, seorang suster keluar dari sana.
“Suster, bagaimana keadaan anak saya? Apakah dia baik-baik
saja? Apa yang terjadi? Suster tolong anak saya…”pinta Ibu Husnah yang sudah
setengah mati panik.
“Maaf ibu, saya tidak dapat memberitahu ibu apa-apa. Sekarang
saya harus mengambil darah untuk anak ibu, jadi tolong jangan halangi
saya.”ucap suster itu yang terlihat tegang. Suster tersebut menghilang di balik
pintu kaca yang bertuliskan ‘Bank Darah’.
Seluruh tubuh Ibu Husnah lemas, ia terjatuh. Dia tak snggup
membayankan keadaan anaknya yang sedang meregannya di dalam ruangan itu.
“Husnah… Husnah… Bagaimana keadaan Khalifah? Ibu? Apa kamu
baik-baik saja?”tanya seorang wanita berwajah indo telah bersimpu di hadapan
Ibu Husnah tanpa dia sadari. Ibu Husnah menengadahkan kepalanya dan terlihat
seorang pria tinggi di belakang wanita itu. Mereka adalah orang tua Kristien
Ariand, Mr. Dean Ariand dan Mrs. Jean Ariand. Mereka berdua diliputi kepanikan.
Tak sanggup berkata, Ibu Husnah langsung memeluk dan menangis di bahu Mrs.
Jean. Beban ini terlalu berat untuk ditahan sendirian. Permata hati
satu-satunya peninggalan almarhum suami yang sangat dicintainya, putrinya yang
sangat disayanginya.
“Husnah, bagaimana keadaan Khalifah? Dan dimana
Kristien?”tanya Mr. Dean dengan rasa perhatian di nada suaranya. Kristien dan
Khalifah sudah bersahabat lama dan dia sudah menganggap Khalifah sebagai
anaknya sendiri. Dia dekat dengan juga dikarenakan Mr. Dean adalah seorang
muslim. Pernikahan beda agama, itulah pernikahan Mr. dan Mrs. Ariand. Kristien
sendiri memilih agama Kristiani karena pengaruh keluarga ibunya yang saat itu
mereka tinggal di Inggris.
“Khalifah kritis, sejak saya sampai di sini saya tidak
melihat Kristien.”jawab Ibu Husnah. Suster yang tadi masuk ke ‘Bank Darah’
kembali lagi.
“Maaf sus, apa suster lihat anak yang bersama pasien yang di
dalam?”tanya Mr. Dean.
“Ohhh… mbak itu tadi nanya dimana masjid. Jadi mungkin dia
ada di Masjid Ash-Shomad di samping rumah sakit ini. Coba bapak cek
kesana.”jawab suster tersebut, kemudian langsung masuk ke ruang UGD
meninggalkan 3 orang dewasa yang tercengang. 3
orang dewasa tersebut mempunyai persamaan matematika yang sama. Kristien
+ Gereja = Minggu pagi. Kristien+ Masjid = ~ (tak terdefinisikan).
“Papa mau ke masjid. Mama mau ikut? Husnah mau nunggu di
sini atau mau ikut ke masjid. Sekalian kita sholat buat keselamatan
Khalifah.”jelas Mr. Dean memecah kesunyian di antara mereka.
“Mama tinggal aja, pa. Jaga-jaga kalau saja nanti dokter
operasinya selesai. Husnah silakan sholat. Khalifah saat ini pasti mau ibu buat
sholat. Papa nanti kabarin mama kalau ketemu Kristien.”jawab Mrs. Jean.
“Jean, apa tidak apa-apa? Saya tinggal saja di sini, saya
mau menunggu anak saya.”kata Ibu Husnah.
“tidak, Husnah. Saya tidak apa-apa kok. Kamu harus berdoa ke
tuhanmu, memintanya untuk menyelamatkan anakmu. Saya di sini juga akan berdoa
pada tuhan saya.”ucap Mrs. Jean dengan memberi senyum tulus yang membuat Ibu
Husnah tidak dapat membantah lagi. Mr. Dean dan Ibu Husnah pun pergi ke Masjid
Ash-Shomad.
~
“Ya Allah, tuhan yang diyakini oleh sahabatku. Aku, seorang
yang bukan umat-Mu. Dengan segala kerendahan hati dan ketidakberdayaan, memohon
kepada-Mu. Allah, aku menghadap-Mu seperti yang biasa dilakukan sahabatku.
Maafkan aku, jika kesalahan-kesalahan terjadi dalam pelaksanaan prosedur untuk
bertemu dengan-Mu. Ya Allah, aku mohon, selamatkanlah Khalifah. Dia adalah
umat-Mu yang sangat bertakwa. Aku mohon, selamatkanlah dia. Aku tidak tahu
apa-apa mengenai diri-Mu. Tapi dia percaya bahwa Engkau akan menolongku karena
aku adalahh anak yang baik hati. Aku tidak tahu apa maksudnya mengatakan itu
pada saat itu. Tapi sekarang aku mengerti, dia ingin aku menghadap kepada-Mu
untuk saat ini. Aku sangat bingung untuk melakukan apa. Aku tidak berdaya
menghadapi semua ini. Aku tidak sanggup kehilangan sahabatku. Aku mohon, jangan
ambil dia dariku. Maafkanlah aku karena aku banyak meminta kepada-Mu padahal
aku sendiri bukan hamba-Mu. Tapi aku sangat sangat sangat mohon pada-Mu. Aku
memohon pada-Mu dengan sangat untuk menyelamatkan Khalifah. Amin.”
“Kristien…”
Kristien menoleh ke arah sumber suara, didapatinya seorang
Ibu yang anaknya sedang meregang nyawa. Tanpa membuka mukenah yang
dikenakannya, ia langsung memeluk Ibu Husnah.
“Ibuuu… maafin aku, aku gagal ngejagain Khalifah. Seharusnya
aku yang kecelakaan, bukan Khalifah. Maafin aku, bu…”eluh Kristien tak dapat
menahan air mata yang mengalir. Tertegun mendengar pernyataan gadis itu, sang Ibu pasien tak
dapat berkata hanya dapat menyampaikan kesedihannya lewat air mata yang jatuh.
Terus berpelukan sampai merasa beban yang ada sedikit berkurang.
“Itu bukan, bukan salah Kristien. Ini adalah cobaan yang
Allah berikan pada kita semua. Tenanglah, Khalifah pasti bisa melewati semua
ini dengan bantuan Allah.”ucap Ibu Husnah. Usaha untuk menenangkan Kristien,
dan dirinya sendiri.
“Papa dan mama-mu sudah datang. Papamu sedang sholat, ibu
juga mau sholat. Kamu sebaiknya bertemu dengan mama-mu di ruang tunggu. Dia
pasti sangat mengkhawatirkanmu.”usul Ibu Husnah. Yang kemudian dituruti oleh
Kristien.
…
“Mom… mommy…”panggil Kristien saat telah dekat dengan sosok
ibu kandungnya.
“Hunny, are you alright? Are you hurt?”tanya Mrs. Jean
setelah menjangkau anak perempuan itu dalam pelukannya.
“Mom, I’m afraid… I’m afraid…”ucap Kristien.
“It’s okey, hunny. Mom is here. Mom will protect you.”kata
Mrs. Jean.
“Mom, I’m, afrai….”belum sempat menyelesaikan kalimatnya,
Kristien sudah disergap oleh kegelapan.
~
“Bapak, ibu, anak kalian hanya mengalami kelelahan dan shok
berat karena kejadian yang dialaminya. Tapi dia tetap butuh istirahat, biar
cepat pulih.”jelas Dokter. Lalu keluar ruangan setelah permisi.
…
“Mom…?”ucap Kristien yang masih setengah sadar.
“Sayang, kamu sudah sadar?”
“Papp…?”ucapnya lagi.
“Ya sayang, ini kami. Kami di sini. Apakah ada yang
sakit?”tanya Mr. dean yang ada di kanan ranjang pasien. Pandangan Kristien yang
sebelumnya kabur sudah kembali normal, wajah ayah yang di sayanginya nampak
dalam indra penglihatannya. Mengidarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan
yang sudah dapat ditebaknya adalah kamar di rumah sakit, dia menemukan sosok
ibu kandungnya yang sedang menatapnya dengan kekhawatiran yang nampak jelas
serta sosok berjubah putih yang dapat disimpulkan seorang dokter. Kristien
hanya memberikan senyum kecil kepada mereka.
“I’m alright. Don’t worry.”ungkapnya. Tanpa aba-aba, Mrs.
Jean langsung memeluk anakya.
“Sudahlah, mom. Aku Cuma kecapekan aja kok, ama shok
dikit.”ucap Kristien. Ayahnya saat ini, sedang di luar. Mencari dokter untuk
mengabarkan bahwa Kristien telah siuman.
“Khalifah?”tanya Kristien. Tanpa harus melengkapi
pertanyaannya, Kristien tahu ibunya pasti mengerti.
“Dia sudah melewati masa kritis, kau pingsan selama 1 hari.
Saat ini Khalifah masih dirawat intensif di ruang perawatan. Nanti mama ajak kamu
ke sana, setelah kamu diperiksa dokter.”kata Mrs. Jean.
…
“Sayang, kamu istirahat dulu. Besok mama ke sini terus nanti
baru jengukin Khalifah. Malam, anakku.”kata Mrs. Jean lalu mematikan lampu
kamar itu. Sebagai penderita insomnia, tentu Kristien tidak tidur saat itu
juga. Saat ini, jam menunjukkan pukul 8 malam. Mata Kristien tak dapat menutup,
dia hanya memandang langit-langit kamar rawatnya. Hanya ada kegelapan. Pikiran
Kristien kembali ke kejadian yang membuatnya shok.
(“Kristien, aku ke
sana ya. Aku mau beli es krim.”kata Khalifah sambil menunjuk ke arah Minimarket
di seberang jalan. “Hey, jangan ke sana sendirian, nanti aku temenin. Tunggu
sebentar, aku masih cari komik, nih.”jawab Kristien tanpa menoleh. Buku itu
jatuh mengenai jari kaki Kristien, “Auch!”. Ciiitttt… terdengar keributan dari
luar toko buku. Kristien mencari dimana keberadaan Khalifah, perasaannya
was-was ketika tak menemukan sosok yang dicarinya. Meletakkan semua buku yang
dipegangnya, Kristien lari sekencang mungkin keluar toko. Di luar sudah banyak
orang yang berkumpul. Menerobos kerumunan itu, Kristien sempat terpaku melihat
sosok yang berlumuran darah itu. Dengan cepat memeluk tubuh itu, Kristien
berteriak kepada siapa saja unuk memanggil ambulance. Mencoba untuk
membangunkan sahabatnya, Kristien mengguncang tubuh Khalifah. “Fah, bangun fah!
Bangun!”. Setelah menunggu 10 menit akhirnya ambulance sampai dan paramedis
langsung membopong Khalifah ke dalam mobil.)
Tak terasa wajah Kristien dibasahi air mata. Hanya dengan
mengingatnya, Kristien merasakan kesakitan Khalifah. ‘Aku tidak mau sesuatu
terjadi pada Khalifah, lagi.’tekadnya.
~
“Dan inilah saatnya kita mendengarkan pengumuman penting
dari sang penguasa hari ini.”ucap seorang MC di atas panggung. Naiklah Kristien
dengan memegang Microphone.
“Selamat siang , teman-teman. Di ulang tahun aku yang ke-17
ini, aku ingin memberitahu kalian. Aku sudah membuat keputusan penting dalam
hidupku. Untuk pertama kalinya di usiaku yang sudah dibolehkan untuk memilih
jalan hidupku. Aku sudah bicara dengan Mama dan Papa, walaupun ada kendala
sedikit tapi aku sudah mendapat restu mereka. Khalifah, kamu naik dong.”pinta
Kristien. Khalifah menurutinya, dengan memegang tangan Khalifah. Kristien
semakin membulatkan tekadnya.
“Aku akan masuk islam.”lanjutnya. Keheningan terdengar
setelahnya, selanjutnya ada tepuk tangan dari para saksi.
“Masih ada lagi, (semua diam) Namaku sekarang Khadijah
Ariand. Aku ingin kalian semua menjadi saksi moment terpenting dalam hidupku
ini.”kata Kristien/Khadijah. Dan kembali mendapat tepuk tangan yang meriah.
…
“Asyhadualla Illahaillaulah, Waasyadu anna Muhammadarrasullullah…”
…
Perbedaan adalah karya. Apa yang kita perbuat, apa yang kita
miliki, apa yang kita yakini… Pasti ada perbedaan…
Manusia itu berbeda, walau mereka kembar identikpun, mereka
tetap memiliki perbedaan…
Perbedaan adalah penyatu. Semua perbedaan antara kita
tercipta, agar kita dapat saling melengkapi…
Toleransi setiap perbedaan itu…
Hargailah setiap perbedaan tersebut…
-THE END- ???
A/N : Wahhhh, endingnya maksa banget … No idea anymore…
think again …
Kirin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar