Kamis, 23 Mei 2013

Cerpen Quee #1


Kita
By Hilda Fitria

#Note : cerpen ini aku buat setengah tahun yang lalu ketika di suruh ikut lomba cerpen. I wrote this in a rush. So forgive me for any mistakes in this story. And lastly, I think the tittle isn't match with the story. Watch out!

“Siang buu, Khalifahnya ada?”tanya seorang gadis yang baru saja memasuki rumah sederhana milik temannya.
“Oh… Kristien, lagi ada kerja kelompok ya? Khal-nya ada di kamar, langsung masuk aja.”jawab Husnah, ibu Khalifah.
                Kristien Ariand, seorang gadis yang sebentar lagi  menginjak umur 17 tahun adalah sahabat dari Khalifah Firda. Banyak persamaan dan perbedaan yang hadir di antara mereka, termasuk perbedaan kepercayaan. Tapi itu semua tidak menghenti mereka untuk menjadi sahabt baik. Orang tua mereka pun termasuk orang-orang yang berpikiran terbuka. Mereka hidup berdampingan dalam damai.
“Khali… aku masuk ya…”kata Kristien.
“Masuk, Kris. Tunggu bentar ya, aku mau sholat dzuhur dulu.”jawab Khalifah.
Kristien sudah biasa menunggu Khalifah menyelesaikan kewajiban sebagai umat muslim. Untuk membunuh rasa bosan saat menunggu, Kristien membaca buku milik Khalifah. Sudah banyak buku milik Khalifah yang dia baca selama menunggu sang pemilik selama 5 tahun ini. Tapi buku yang paling Kristien sukai adalah Al-Qur’an. Walaupun ia tidak dapat membaca huruf Arabnya, tapi ia tetap menyukainya.
“Sudah sampai mana bacanya?”
“ASTAGHFIRULLAHAL ADZIM…”
“HAHAHAHA, kau lucu sekali Kristien. Kalau aku tidak mengenalmu, mungkin aku akan berpikir kau itu orang Islam.”terang Khalifah.
“…”Kristien hanya memasang muka masam.
“hey, hey… jangan marah gitu, nanti cepat tua lohh…”canda Khalifah.
“Tch, aku begini juga gara-gara pengaruh kamu, Kahl.”respon Kristien. Kristien menaruh kembali Al-Qur’an ke rak. Dan duduk di tempat  tidur Khalifah.
“oh.. gitu ya, bagus deh.”kata Khalifah. Setelah meletakkan kembali sajadah ke dalam lemari, ia menuju ke tempat tidurnya dan duduk di samping Kristien.
“Maksudnya?”tanya Kristien.
“Nothing maksud. Yuk,…”jawab Khalifah. Lalu beranjak ke meja belajarnya.
“Ngapain?”tanya Kristien. Khalifah hanya dapat menghela napas atas, sebut saja ‘kepolosan’ Kristien.
“Haaa… kamu’kan ke sini buat mengerjakan tugas kita.”jelas Khalifah.
“oh, iya ya…”jawab Kristien lalu beranjak dari posisinya tadi.
“Kristien…?”
“Hm?”
“Kamu sudah pernah baca buku panduan sholat aku’kan?(Kristien mengangguk) Berarti kamu sudah tahu cara sholat.(Kristien mengangguk lagi) Nanti kalau ada apa-apa. Kamu sholat ya, karena aku percaya. Tuhanku, Allah. Dia pasti akan menolongmu, karena kamu adalah orang yang sangat baik.”ucap Khalifah nyaris tak terdengar.
“Ngh? Maksudnya?”tanya Kristien.
“Nothing maksud, yuk mulai.”jawab Khalifah, kemudian langsung mengerjakan tugas. Hari itu, berjalan seperti biasa.
~
Tetttt…..Tetttt…..Tettttt….
Suara bel yang paling dinantikan para siswa terdengar. Setelah berdoa, mereka berhamburan keluar kelas. Kristien dan Khalifah sedang berada di depan gerbang sekolah.
“Khal, temenin aku ke toko buku. Aku mau beli komik, nih.”pinta Kristien.
“Aku sholat dulu ya, aku juga mau minta temenin beli jilbab baru.”jawab Khalifah.
“Oke deh, aku antar ke depan masjid ya. Nanti kamu kutunggu di situ.”ajak Kristen sembari menarik tangan Khalifah menuju ke masjid di dekat sekolah mereka.
~
Pintu rumah sakit menjeblak terbuka menampilkan para petugas medis yang sedang membawa seorang pasien yang berlumuran darah. Kritis. Ruangan UGD menjadi tujuan utama, harus cepat. Nyawa seorang gadis sedang dipertaruhkan saat ini. Terlihat dari seragam yang dikenakannya, pasien ini seorang pelajar SMA. Bukan hanya petugas medis, yang mengantar pasien itu juga ada seeorang gadis. Sepertinya sahabat pasien tersebut. Teman pasien itu sedang meneteskan air mata tanpa suara tangis. Di hatinya saat ini hanya ada sahabatnya yang sedang berbaring tak berdaya di hadapannya. Apa yang harus dia lakukan? Denga tangan yang bergetar dia mencapai saku bajunya dan mengambil handphone.
“Ha, halo… (hiks) Tante… Tante, maafin Kristien, Kristien tidak bisa (hiks) menjaga Khalifah… Khalifah, Khalifah kecelakaan tan… (hiks) maafin Kristien tan… sekarang kami ada di Rumah Sakit Bakti Ibu. (hiks) Tante cepetan ke sini…”jelas Kristien, dan langsung mengakhiri panggilan tersebut.
“Mbak tunggu di luar.”seru seorang suster. Dengan patuh Kristien yang masih shok duduk di ruang tunggu di depan UGD. Wajahnya basah karena air mata. Tangannya kembali meraih lehernya, meraih kalung salib miliknya.
“Tuhan Jesus, aku mohon. Selamatkanlah temanku yang paling berharga. Selama ini aku tidak pernah meminta sesuatu yang tidak dapat kuperjuangkan sendiri. Tetapi kali ini, aku tidak berdaya. Semua tergantung kepada Engkau, Khalifah dan Dokter. Khalifah, apa yang akan kau lakukan saat ini? Aku sangat bingung, Khal. Kenapa kau lakukan ini padaku? Jangan tinggalkan aku, aku mohon.”ucap Kristien. Kristien hanya bisa duduk dan menunggu. Tapi dia bukan tipe orang yang akan diam saja. Otaknya yang polos terus mencari cara agar dapat melakukan sesuatu untuk sahabat yang paling berharga.
                (“Kristien…?”“Hm?”“Kamu sudah pernah baca buku panduan sholat aku’kan(Kristien mengangguk) Berarti kamu sudah tahu cara sholat(Kristien mengangguk lagi) Nanti kalau ada apa-apa. Kamu sholat ya, karena aku percaya. Tuhanku, Allah. Dia pasti akan menolongmu, karena kamu adalah orang yang sangat baik.”ucap Khalifah nyaris tak terdengar.“Ngh? Maksudnya?”tanya Kristien.“Nothing maksud, yuk mulai.”jawab Khalifah, kemudian langsung mengerjakan tugas. Hari itu, berjalan seperti biasa.)
“Tuhan Jesus, terima kasih atas ilhammu dan maaf. Tapi aku harus melakukan ini.”ucap Kristien, lirih.
                Setelah bertanya kepada suster dimana masjid terdekat. Sampailah Kristien di depan masjid itu. Masjid Ash-Shomad. Sempat terpikir oleh Kristien, apakah yang dilakukannya benar dan akan berhasil? Namun dengan kebulatan tekad, Kristien melangkahkan kakinya dengan perlahan dan pasti.
“Suster Emily, cepat ambilkan pisau operasi, kita  harus segera mengoperasi pasien ini. Terdapat beberapa pendarahan dalam pada organ-organnya. Jangan lupa suntikkan obat bius.”
“Baik, dok.”
“Suster Santi cepat ambil sekantong lagi darah O.”seru sang dokter.
“Sus, suster… Ruang UGD-nya dimana?”tanya seorang ibu-ibu yang tentu saja adalah Ibu Husnah kepada salah satu suster di bagian administrasi.
“Ibu tinggal lurus saja ke kiri. Ruangannya ada di ujung koridor.”jawab suster tersebut. Ibu Hunah langsung melaju ke arah yang telah diberitahu tanpa mengucapkan teima kasih, bukan karena tidak tahhu terima kasih tetapi Ibu Husnah sedang sangat panik. Tepat ketika Ibu Husnah sampai di depan pintu UGD, seorang suster keluar dari sana.
“Suster, bagaimana keadaan anak saya? Apakah dia baik-baik saja? Apa yang terjadi? Suster tolong anak saya…”pinta Ibu Husnah yang sudah setengah mati panik.
“Maaf ibu, saya tidak dapat memberitahu ibu apa-apa. Sekarang saya harus mengambil darah untuk anak ibu, jadi tolong jangan halangi saya.”ucap suster itu yang terlihat tegang. Suster tersebut menghilang di balik pintu kaca yang bertuliskan ‘Bank Darah’.
Seluruh tubuh Ibu Husnah lemas, ia terjatuh. Dia tak snggup membayankan keadaan anaknya yang sedang meregannya di dalam ruangan itu.
“Husnah… Husnah… Bagaimana keadaan Khalifah? Ibu? Apa kamu baik-baik saja?”tanya seorang wanita berwajah indo telah bersimpu di hadapan Ibu Husnah tanpa dia sadari. Ibu Husnah menengadahkan kepalanya dan terlihat seorang pria tinggi di belakang wanita itu. Mereka adalah orang tua Kristien Ariand, Mr. Dean Ariand dan Mrs. Jean Ariand. Mereka berdua diliputi kepanikan. Tak sanggup berkata, Ibu Husnah langsung memeluk dan menangis di bahu Mrs. Jean. Beban ini terlalu berat untuk ditahan sendirian. Permata hati satu-satunya peninggalan almarhum suami yang sangat dicintainya, putrinya yang sangat disayanginya.
“Husnah, bagaimana keadaan Khalifah? Dan dimana Kristien?”tanya Mr. Dean dengan rasa perhatian di nada suaranya. Kristien dan Khalifah sudah bersahabat lama dan dia sudah menganggap Khalifah sebagai anaknya sendiri. Dia dekat dengan juga dikarenakan Mr. Dean adalah seorang muslim. Pernikahan beda agama, itulah pernikahan Mr. dan Mrs. Ariand. Kristien sendiri memilih agama Kristiani karena pengaruh keluarga ibunya yang saat itu mereka tinggal di Inggris.
“Khalifah kritis, sejak saya sampai di sini saya tidak melihat Kristien.”jawab Ibu Husnah. Suster yang tadi masuk ke ‘Bank Darah’ kembali lagi.
“Maaf sus, apa suster lihat anak yang bersama pasien yang di dalam?”tanya Mr. Dean.
“Ohhh… mbak itu tadi nanya dimana masjid. Jadi mungkin dia ada di Masjid Ash-Shomad di samping rumah sakit ini. Coba bapak cek kesana.”jawab suster tersebut, kemudian langsung masuk ke ruang UGD meninggalkan 3 orang dewasa yang tercengang. 3  orang dewasa tersebut mempunyai persamaan matematika yang sama. Kristien + Gereja = Minggu pagi. Kristien+ Masjid = ~ (tak terdefinisikan).
“Papa mau ke masjid. Mama mau ikut? Husnah mau nunggu di sini atau mau ikut ke masjid. Sekalian kita sholat buat keselamatan Khalifah.”jelas Mr. Dean memecah kesunyian di antara mereka.
“Mama tinggal aja, pa. Jaga-jaga kalau saja nanti dokter operasinya selesai. Husnah silakan sholat. Khalifah saat ini pasti mau ibu buat sholat. Papa nanti kabarin mama kalau ketemu Kristien.”jawab Mrs. Jean.
“Jean, apa tidak apa-apa? Saya tinggal saja di sini, saya mau menunggu anak saya.”kata Ibu  Husnah.
“tidak, Husnah. Saya tidak apa-apa kok. Kamu harus berdoa ke tuhanmu, memintanya untuk menyelamatkan anakmu. Saya di sini juga akan berdoa pada tuhan saya.”ucap Mrs. Jean dengan memberi senyum tulus yang membuat Ibu Husnah tidak dapat membantah lagi. Mr. Dean dan Ibu Husnah pun pergi ke Masjid Ash-Shomad.
~
“Ya Allah, tuhan yang diyakini oleh sahabatku. Aku, seorang yang bukan umat-Mu. Dengan segala kerendahan hati dan ketidakberdayaan, memohon kepada-Mu. Allah, aku menghadap-Mu seperti yang biasa dilakukan sahabatku. Maafkan aku, jika kesalahan-kesalahan terjadi dalam pelaksanaan prosedur untuk bertemu dengan-Mu. Ya Allah, aku mohon, selamatkanlah Khalifah. Dia adalah umat-Mu yang sangat bertakwa. Aku mohon, selamatkanlah dia. Aku tidak tahu apa-apa mengenai diri-Mu. Tapi dia percaya bahwa Engkau akan menolongku karena aku adalahh anak yang baik hati. Aku tidak tahu apa maksudnya mengatakan itu pada saat itu. Tapi sekarang aku mengerti, dia ingin aku menghadap kepada-Mu untuk saat ini. Aku sangat bingung untuk melakukan apa. Aku tidak berdaya menghadapi semua ini. Aku tidak sanggup kehilangan sahabatku. Aku mohon, jangan ambil dia dariku. Maafkanlah aku karena aku banyak meminta kepada-Mu padahal aku sendiri bukan hamba-Mu. Tapi aku sangat sangat sangat mohon pada-Mu. Aku memohon pada-Mu dengan sangat untuk menyelamatkan Khalifah. Amin.”
“Kristien…”
Kristien menoleh ke arah sumber suara, didapatinya seorang Ibu yang anaknya sedang meregang nyawa. Tanpa membuka mukenah yang dikenakannya, ia langsung memeluk Ibu Husnah.
“Ibuuu… maafin aku, aku gagal ngejagain Khalifah. Seharusnya aku yang kecelakaan, bukan Khalifah. Maafin aku, bu…”eluh Kristien tak dapat menahan air mata yang mengalir. Tertegun mendengar  pernyataan gadis itu, sang Ibu pasien tak dapat berkata hanya dapat menyampaikan kesedihannya lewat air mata yang jatuh. Terus berpelukan sampai merasa beban yang ada sedikit berkurang.
“Itu bukan, bukan salah Kristien. Ini adalah cobaan yang Allah berikan pada kita semua. Tenanglah, Khalifah pasti bisa melewati semua ini dengan bantuan Allah.”ucap Ibu Husnah. Usaha untuk menenangkan Kristien, dan dirinya sendiri.
“Papa dan mama-mu sudah datang. Papamu sedang sholat, ibu juga mau sholat. Kamu sebaiknya bertemu dengan mama-mu di ruang tunggu. Dia pasti sangat mengkhawatirkanmu.”usul Ibu Husnah. Yang kemudian dituruti oleh Kristien.
“Mom… mommy…”panggil Kristien saat telah dekat dengan sosok ibu kandungnya.
“Hunny, are you alright? Are you hurt?”tanya Mrs. Jean setelah menjangkau anak perempuan itu dalam pelukannya.
“Mom, I’m afraid… I’m afraid…”ucap Kristien.
“It’s okey, hunny. Mom is here. Mom will protect you.”kata Mrs. Jean.
“Mom, I’m, afrai….”belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Kristien sudah disergap oleh kegelapan.
~
“Bapak, ibu, anak kalian hanya mengalami kelelahan dan shok berat karena kejadian yang dialaminya. Tapi dia tetap butuh istirahat, biar cepat pulih.”jelas Dokter. Lalu keluar ruangan setelah permisi.
“Mom…?”ucap Kristien yang masih setengah sadar.
“Sayang, kamu sudah sadar?”
“Papp…?”ucapnya lagi.
“Ya sayang, ini kami. Kami di sini. Apakah ada yang sakit?”tanya Mr. dean yang ada di kanan ranjang pasien. Pandangan Kristien yang sebelumnya kabur sudah kembali normal, wajah ayah yang di sayanginya nampak dalam indra penglihatannya. Mengidarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan yang sudah dapat ditebaknya adalah kamar di rumah sakit, dia menemukan sosok ibu kandungnya yang sedang menatapnya dengan kekhawatiran yang nampak jelas serta sosok berjubah putih yang dapat disimpulkan seorang dokter. Kristien hanya memberikan senyum kecil kepada mereka.
“I’m alright. Don’t worry.”ungkapnya. Tanpa aba-aba, Mrs. Jean langsung memeluk anakya.
“Sudahlah, mom. Aku Cuma kecapekan aja kok, ama shok dikit.”ucap Kristien. Ayahnya saat ini, sedang di luar. Mencari dokter untuk mengabarkan bahwa Kristien telah siuman.
“Khalifah?”tanya Kristien. Tanpa harus melengkapi pertanyaannya, Kristien tahu ibunya pasti mengerti.
“Dia sudah melewati masa kritis, kau pingsan selama 1 hari. Saat ini Khalifah masih dirawat intensif di ruang perawatan. Nanti mama ajak kamu ke sana, setelah kamu diperiksa dokter.”kata Mrs. Jean.
“Sayang, kamu istirahat dulu. Besok mama ke sini terus nanti baru jengukin Khalifah. Malam, anakku.”kata Mrs. Jean lalu mematikan lampu kamar itu. Sebagai penderita insomnia, tentu Kristien tidak tidur saat itu juga. Saat ini, jam menunjukkan pukul 8 malam. Mata Kristien tak dapat menutup, dia hanya memandang langit-langit kamar rawatnya. Hanya ada kegelapan. Pikiran Kristien kembali ke kejadian yang membuatnya shok.
(“Kristien, aku ke sana ya. Aku mau beli es krim.”kata Khalifah sambil menunjuk ke arah Minimarket di seberang jalan. “Hey, jangan ke sana sendirian, nanti aku temenin. Tunggu sebentar, aku masih cari komik, nih.”jawab Kristien tanpa menoleh. Buku itu jatuh mengenai jari kaki Kristien, “Auch!”. Ciiitttt… terdengar keributan dari luar toko buku. Kristien mencari dimana keberadaan Khalifah, perasaannya was-was ketika tak menemukan sosok yang dicarinya. Meletakkan semua buku yang dipegangnya, Kristien lari sekencang mungkin keluar toko. Di luar sudah banyak orang yang berkumpul. Menerobos kerumunan itu, Kristien sempat terpaku melihat sosok yang berlumuran darah itu. Dengan cepat memeluk tubuh itu, Kristien berteriak kepada siapa saja unuk memanggil ambulance. Mencoba untuk membangunkan sahabatnya, Kristien mengguncang tubuh Khalifah. “Fah, bangun fah! Bangun!”. Setelah menunggu 10 menit akhirnya ambulance sampai dan paramedis langsung membopong Khalifah ke dalam mobil.)
Tak terasa wajah Kristien dibasahi air mata. Hanya dengan mengingatnya, Kristien merasakan kesakitan Khalifah. ‘Aku tidak mau sesuatu terjadi pada Khalifah, lagi.’tekadnya.
~
“Dan inilah saatnya kita mendengarkan pengumuman penting dari sang penguasa hari ini.”ucap seorang MC di atas panggung. Naiklah Kristien dengan memegang Microphone.
“Selamat siang , teman-teman. Di ulang tahun aku yang ke-17 ini, aku ingin memberitahu kalian. Aku sudah membuat keputusan penting dalam hidupku. Untuk pertama kalinya di usiaku yang sudah dibolehkan untuk memilih jalan hidupku. Aku sudah bicara dengan Mama dan Papa, walaupun ada kendala sedikit tapi aku sudah mendapat restu mereka. Khalifah, kamu naik dong.”pinta Kristien. Khalifah menurutinya, dengan memegang tangan Khalifah. Kristien semakin membulatkan tekadnya.
“Aku akan masuk islam.”lanjutnya. Keheningan terdengar setelahnya, selanjutnya ada tepuk tangan dari para saksi.
“Masih ada lagi, (semua diam) Namaku sekarang Khadijah Ariand. Aku ingin kalian semua menjadi saksi moment terpenting dalam hidupku ini.”kata Kristien/Khadijah. Dan kembali mendapat tepuk tangan yang meriah.
“Asyhadualla Illahaillaulah, Waasyadu anna Muhammadarrasullullah…”
Perbedaan adalah karya. Apa yang kita perbuat, apa yang kita miliki, apa yang kita yakini… Pasti ada perbedaan…
Manusia itu berbeda, walau mereka kembar identikpun, mereka tetap memiliki perbedaan…
Perbedaan adalah penyatu. Semua perbedaan antara kita tercipta, agar kita dapat saling melengkapi…
Toleransi setiap perbedaan itu…
Hargailah setiap perbedaan tersebut…

-THE END- ???

A/N : Wahhhh, endingnya maksa banget … No idea anymore… think again …




Kirin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar